Rabu, 17 September 2008

Pemimpin Ideal


PILIHLAH PEMIMPINMU

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. ~ Khalifah 'Umar

"Tujuh golongan yg akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya di hari tdk ada naungan kecuali naungan-Nya.
1. Pemimpin yg adil,
2. Pemuda yg sentiasa beribadat kepada Allah semasa hidupnya,
3. Orang yg hatinya sentiasa berpaut pada masjid-masjid
4. Dua orang yg saling mengasihi karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah,
5. Seorang lelaki yg diundang oleh seorang perempuan yang mempunyai kedudukan dan rupa paras yg cantik utk melakukan kejahatan tetapi dia berkata, 'Aku takut kepada Allah',
6. Seorang yg memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanan tidak tahu apa yg diberikan oleh tangan kirinya dan
7. Seseorang yg mengingati Allah di waktu sunyi sehingga mengalirlah air mata dr kedua matanya" (HR. Bukhari & Muslim)

"Dari Abu Hurairah 'Abdurrahman Bin Shakhr RA, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak melihat bentuk tubuhmu dan tidak pula melihat rupamu tetapi Allah melihat hatimu." (HR. Muslim)

Rabu, 27 Agustus 2008

Keberagaman Bukan Perbedaan


KITA MEMANG BEDA

Eileen Rachman & Sylvina SavitriEXPERDOne-day Assessment Centre
Ditayangkan di Kompas, 16 Agustus 2008


Kalau ada dua orang berhadapan, saling menatap, dan kemudian salah satu mengambil kesimpulan: ”Kita beda”, maka menurut pendapat saya, justru mereka sebetulnya sudah menemukan kesamaan. Di sinilah persepsi mengenai perbedaan dan persamaan akan terasa keindahannya, karena masing-masing individu yang berhadapan itu sudah “menemukan dirinya”, keunikannya, dan bahkan “value adding”-nya, sebagai manusia yang utuh. Itulah sebabnya kita memang perlu berbangga dengan semboyan negara kita, Bhinneka Tunggal Ika; kesamaan dalam perbedaan, yang sampai-sampai oleh DJ Romy, cucu Soekarno juga dijadikan tema album terbarunya: “Unity in diversity”.
Namun demikian, meski kita sering mengakui bahwa perbedaan itu indah, begitu sering juga kita tidak melihat perbedaan sebagai suatu kekayaan. Pikirkan betapa sering kita ‘buang muka’ bila menemukan orang yang berbeda pandangan dengan kita, bergosip di belakang orangnya, membahas mengapa dia beda, dan bahkan kemudian kita mulai melakukan manuver-manuver penyerangan seolah dia atau mereka itu musuh bebuyutan yang harus dibasmi. Di dalam rapat kita sering menemui jalan buntu sekedar karena berbeda pendapat mengenai cara pemecahan masalah atau cara meraih sasaran yang sebetulnya adalah sasaran bersama. Dalam kondisi begini, ternyata perbedaan membuat kita tidak nyaman dan bahkan membangkitkan suasana permusuhan. Alih–alih menyamakan visi dan sasaran, berbicara pun sering tidak kita upayakan, bila sudah terjebak dalam konflik yang disebabkan adanya perbedaan.

SAMA TAPI BEDA

Sikap ‘jijik’ terhadap perbedaan adalah sikap yang mutlak salah, karena dengan demikian kita lupa bahwa kesamaan bisa membuat kita justru miskin dan tidak berkembang. Kesamaan latar belakang, pendidikan, kompetensi, dan komitmen yang sering membuat lingkungan kita ‘nyaman’, terkadang justru membuat kita jadi tidak bisa menggerakkan suatu tim. Mereka yang bisa menampilkan keberbedaaannya, kemenonjolannya, dan keunikannya-lah yang kemudian malah bisa mulai memberi nilai tambah kepada tim.
Pemahaman mengenai kesamaan dan perbedaan sesungguhnya adalah dasar untuk mengolah sebuah tim yang berkekuatan besar. Tanpa menyamakan persepsi, misalnya mengenai situasi yang sedang kita hadapi, perilaku yang muncul, serta kekuatan dan kelemahan yang ada, kita tidak bisa mempunyai dasar untuk tinggal landas. Padahal, bukankah suatu situasi yang sama sering dilihat dengan pendekatan yang beda? Individu yang satu melihat detilnya, sementara yang lain melihat keseluruhannya. Ada individu yang banyak melihat, ada individu yang lebih ‘mendengar’, sementara yang lain lebih dominan perasaannya dalam mendekati suatu gejala dan fenomena. Belum lagi, pandangan dua orang yang akan berbeda total bila yang satu melihat dengan kepentingan jangka pendek, sementara yang lain melihat dengan kepentingan jangka panjang.
Penyamaan persepsi ini sebetulnya terjadi pada setiap manusia dewasa yang berniat dan mampu melihat suatu gejala secara obyektif. Tanpa kemampuan ini, individu akan mencampuradukkan keyakinan, nilai dan visinya dengan perbedaan pandangan pihak lain, sehingga individu lain dianggapnya berseberangan. Di sinilah kemudian, kelompok bisa tidak sejalan satu dengan yang lain, divisi A berkonflik dengan divisi B, partai politik berseteru satu dengan yang lain, akibat ketidakmampuan melihat kepentingan bersama, visi dan tujuan bersama yang sebetulnya sama.

MULAI DENGAN MEMOTRET DIRI SENDIRI

Ilmu “emotional intelligence” mengajarkan pada kita untuk meningkatkan ’self awareness’ kita dulu, bila kita berharap untuk mampu menguasai situasi sosial atau mempengaruhi orang lain. Ini adalah bagian dari ‘eksplorasi mental’ yang perlu kita lakukan dengan sengaja. Tanpa melakukannya, kita akan tumbuh menjadi orang yang kian picik, karena tidak bisa memanfaatkan keberbedaan yang berangkat dari analisa diri dan situasi yang obyektif. Banyak istilah seperti “test the water’, ‘feel the breeze’ yang kurang lebih artinya adalah menajamkan sensor untuk memahami diri dan situasi sekitar kita.
Cara yang paling mudah untuk ’memotret diri’ ini adalah dengan membandingkan diri kita dengan orang lain, memahami kesamaan, terutama persepsi dan pemahaman, kemudian mengidentifikasi keunikan serta keberbedaan orang lain. Hanya dengan ketajaman mental seperti ini kita bisa mengembangkan respek terhadap orang lain. Dalam proses eksplorasi mental ini, kita pasti secara otomatis ingin merasa benar, ingin membela diri dan bahkan ingin meneruskan cara-cara kita yang lama dan yang sudah ada. Hal ini sangat manusiawi karena manusia memang dibekali proses mental untuk menjaga keseimbangan jiwanya. Namun demikian, orang yang ingin memperkuat mentalnya, perlu juga melakukan ‘judging, comparing, interpreting, anticipating, rehearsing’, yang artinya mengolah input yang masuk dan mencocokkannya dengan realita, mencari kebenaran dan mengambil resiko bahwa ada kemungkinan ia harus berubah. Hanya dengan cara inilah kita sebagai manusia, berkembang menjadi manusia yang berpikiran fleksibel dan berpikiran terbuka dalam menghadapi tantangan..

BAYANGKAN KALAU KITA SAMA SEMUA

Kalau kita, di dunia ini sama semua, maka pastilah kita akan merasa seperti robot ciptaan manusia yang sudah diberi bobot emosi, seperti yang digambarkan lewat film-film science fiction yang marak sekarang. Berbedanya bakat, latar belakang, pendidikan, dan kompetensi lainnya adalah kekayaan keluarga, kelompok, bahkan Negara. Perbedaanlah yang memungkinkan kita bisa saling melengkapi kekurangan satu sama lain, hingga terciptanya sinergi. Hanya saja memang perlu diakui bahwa menonjolkan keberbedaan alias keunikan kita tidaklah mudah.
Kita tentunya tidak bisa berperilaku aneh-aneh untuk mengekspresikan keberbedaan kita. Kita pun tidak bisa berkoar-koar menonjolkannya. Kita tahu bahwa kita memang perlu mengekspresikan bahwa “saya adalah saya”, sementara “saya” ini mempunyai nilai, keyakinan, kompetensi dan sasaran sendiri. Satu-satunya jalan bersikap dewasa adalah dengan sedikit mengambil ‘jarak’ terhadap diri dan memperbolehkan diri kita sendiri atau siapa saja meninjau kembali, mengetes lagi, kompetensi, nilai, keyakinan kita. Bukankah keyakinan juga bisa salah dan nilai pun bisa usang? Untuk Negara dengan 12000 pulau dan ribuan suku bangsa yang ingin bersatu, dengan 33 partai politik peserta pemilu 2009 yang disahkan , keterbukaan inilah yang mutlak diperlukan: Bhinneka Tunggal Ika. ….Merdeka!!!

Sabtu, 09 Agustus 2008

Mario Lawalata - Kader PDP


Mario Santa Michael Lawalata lahir di Pekanbaru, 3 Maret 1980. Putera dari pasangan Alex Boli (ayah) dan Reggy Lawalata (ibu) ini adalah artis sinetron dan bintang iklan terkenal dalam dunia hiburan Indonesia. Bersama Teuku Zacky, pria bertinggi badan 174 cm ini juga mempunyai hobi olahraga bola basket.

Cowok ganteng ini mengawali kariernya sebagai model. Sukses di model, Mario juga terjun jadi bintang iklan Mie & Mie. Tak hanya itu, artis yang mengaku tak kehilangan figur ayah karena kedua orang-tuanya bercerai sejak usianya baru tiga tahun ini juga memantapkan karier di bidang akting. Sampai kini, ia telah membintangi sejumlah sinetron. Diakui, dukungan terbesar didapatkan dari ibunya, Reggy Lawalata, yang boleh dibilang senior dalam dunia akting, juga dari kakak kandungnya, Oscar Lawalata yang desainer kondang itu.

Di samping akting, ternyata bintang muda Mario juga kecanduan olahraga bola basket yang ditekuninya sejak umur sepuluh tahun. Beranjak remaja, kecintaannya terhadap basket semakin bertambah. Dari hasil latihannya sejak kecil, Mario berhasil masuk tim divisi dua Satria Muda (SM). Tapi karena Mario lebih memilih dunia entertainment ketimbang atlet, dia pun keluar setelah beberapa bulan bergabung di SM. "Dunia entertaiment lebih menjanjikan daripada jadi atlet basket," ujarnya bercanda.

Namun begitu, Mario tidak lantas meninggalkan sama sekali olahraga yang sangat digandrunginya itu. Bintang sinetron "Pura-Pura Buta" ini masih tetap rutin latihan seminggu dua kali bareng klub basketnya yang baru, “Aliansi”. Ketika ditanya apa alasannya sangat menyukai basket, cowok yang pernah kuliah di Australia itu berujar, "Basket itu olahraga yang fun dan penuh tantangan. Di basket juga banyak trik-trik baru. Jadi kita nggak bosan. Apalagi kalau main basket, juga bergerak terus," tambah Mario.

Di sela-sela kesibukannya sebagai artis kondang, Mario tiba-tiba menggegerkan Markas Brsar Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Jl. Sisingamangaraja nomor 21 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kehadirannya bersama sejumlah rekan-rekannya itu memang memenuhi undangan petinggi partai yang dibidani sejumlah tokoh nasionalis seperti Laksamana Sukardi, Roy BB Janis, Sukowaluyo Mintorahardjo, Noviantika Nasution, dan lain-lain.

Ada apa ? Menurut Mario, ketertarikannya pada dunia politik sudah sejak lama tertanam dalam jiwanya. Dunia intertainment dan politik itu tak jauh beda. Keduanya sama-sama membutuhkan rasa cita art atau seni peran yang handal. Kedua dunia itu memang sangat mengagumkan. Namun kecenderungan Mario pada dunia politik baru bisa terealisir setelah lahirnya partai baru PDP.

“Aku bisa berharap banyak dengan PDP setelah aku membaca piagam perjuangan dan AD/ART partai. Ada jiwa baru yang akan segera tampil dalam perpolitikan Nasional. Ditambah para tokohnya yang handal dan punya motivasi kerakyatan. Karenanya, waktu aku diajak ke sini (PDP,red) aku tak menolak. Apalagi Mbak Novi (Noviantika Nasution, red) itu masih seniorku dan ibu pelatihku di dunia basket,” ujar Mario tenang sambil menambahkan bahwa kehadirannya di dunia politik baru dalam taraf belajar untuk lebih mematangkan. ris

Jumat, 08 Agustus 2008

Dra. Hj. Noviantika Nasution, M.Si. niscaya bukan tokoh asing di pentas politik nasional. Seabrek jabatan prestisius ada di pundaknya. Namun, mengejutkan tatkala sahabat karib Mbak Mega di PDI Perjuangan ini mendadak menjadi lawan politik putri Bung Karno itu. ”Saya menjadi salah seorang pendiri dan pimpinan Kolektif Nasional sekaligus bendahara Partai Demokrasi Pembaruan (PDP),” ujarnya di sela kesibukannya menjadi pembicara seminar nasional ”Kiprah Perempuan Indonesia Dalam Pembangunan Bangsa”, Sabtu (22/12), di Hotel Bali Garden Kuta.



Stigma karib Mbak Mega memang sungguh kental melekat dalam aktivitas politiknya selama masih bernaung di bawah bendera Partai Banteng. Mbak Novi —panggilan akrab perempuan berdarah Batak kelahiran Jakarta, 4 November 1963— ini, hampir selalu berada di sisi Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut di mana pun tampil di muka publik.

”Saya memang dulu dikenal orang dekat Mbak Mega. Tetapi, itu sudah berlalu. Sejak Kongres PDI Perjuangan di Sanur saya menyatakan mundur dari partai sekaligus wakil rakyat di DPR RI,” ujar mantan bendahara umum partai banteng bermoncong putih tersebut.

Ada cerita khusus yang menohok nuraninya di balik pilihan politiknya itu. Ia mengaku memang itu pilihan yang sangat berat. Maklum ia tercatat ikut jatuh bangun mendirikan partai ini.

Namun, dadanya terasa sesak saat kongres partai yang dulu dicintainya itu justru membidani kelahiran sejumlah ’bunglon’. ”Saat kongres di Sanur itu ada sementara tokoh partai yang bersikap tak terpuji seperti bunglon. Namun, partai tak mengambil tindakan apa-apa. Padahal, ini jelas merusak nama baik partai. Saya kecewa lalu memilih lebih baik mundur,” ungkapnya.

Langkah ekstremnya ini memang membawa konsekuensi politik serius. Pelbagai jabatan prestisius yang pernah disandangnya harus tanggal. Posisi bendahara umum partai sekaligus anggota Komisi X DPR RI di Senayan harus rela ditinggalkannya.

Namun, ini tak berlangsung lama. Bersama sekitar sejumlah pentolan PDI Perjuangan yang hengkang dari partai yang dipimpin Mbak Mega, mereka menggagas berdirinya Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).

Selain Mbak Novi, ada pula Roy B.B. Janis, Laksamana Sukardi, Arifin Panigoro, Suko Waluyo, Didi Suprayitno, yang ikut membidani kelahiran partai baru ini. Semula istri Wisto Prihadi, S.E., M.M.A., ini duduk sebagai salah seorang pimpinan kolektif nasional.

Belakangan ia pun diserahi amanat sebagai ”menteri keuangan” partai.
”Saya yakin kelahiran PDP menjadi angin segar bagi pengikut PDI Perjuangan yang gerah dengan citra buruk partainya. Ini terbukti dengan tingginya respons publik menyambut kehadiran PDP,” ujar alumnus Fakultas Sastra Inggris UKI Jakarta ini.

Kehadirannya di Bali akhir-akhir ini bisa dihitung dengan jari. Ini gara-gara ia merasa trauma politik mengalami kenyataan pahit partai pascakongres PDI Perjuangan di Sanur dulu.

Namun, saat Kongres PB Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) di Sanur belum lama ini ia digosok-gosok ikut menjadi peserta. Maklum ia dulu dikenal sebagai salah seorang pebasket andal.

”Saya tak bisa menolak ajakan teman-teman. Akhirnya saya ikut menjadi peserta. Namun, bukan hanya menjadi peserta, saya malah dipilih menjadi ketua umum PB Perbasi,” ujar Manajer Tim Nasional Bola Basket Putri SEA Games 2003 ini.

Kini ia sedang sumringah usai mengantarkan Tim Bola Basket Putra Indonesia menyabet medali perak dalam ajang SEA Games 2007 di Thailand.

Mbak Novi terbang dari Jakarta ke Bali kali ini guna ikut sebagai pembicara dalam seminar nasional menyambut peringatan Hari Ibu 2007 yang digelar PT Wahana Kreasi Promosindo. Ia menjadi narasumber bersama Ketua BKKBN Bali Dra. IGA Sri Astuti, M.S. dan aktivis gerakan perempuan dan anak Sita Van Bemelen.

”Melalui seminar ini saya mengingatkan pemerintah, wakil rakyat, maupun komponen masyarakat lainnnya agar jangan meremehkan persoalan yang mebebani kaum perempuan Indonesia,” ujarnya didampingi Bendahara Pelaksana Harian Pimpinan Kolektif PDP Bali, Lusia Dressler.

Ia mengungkapkan, segudang masalah sedang membelit kehidupan kaum perempuan di Tanah Air. Contoh, masalah yang terkait HIV/AIDS dan narkoba.

Di balik upaya penanggulangannya ternyata terungkap temuan, jumlah perempuan yang menjadi korbannya tak sedikit. Apalagi jika itu dikaitkan dengan dunia prostitusi. “Banyak perempuan yang terpaksa masuk ke dunia hitam ini,” katanya.

Namun, ia menolak jika kesalahan ditimpakan pada kaumnya itu.”Itu karena kemiskinan dan pendidikan yang rendah. Jika pemerintah tak salah urus soal ini niscaya program penanggulangannya tak sia-sia,” ujarnya.
Ia berkaca dari pengalamannya ke Thailand saat krismon dulu. Jalanan umum Kota Bangkok nyaris dijejali PSK, dewasa maupun anak-anak.

Namun, saat sekali waktu ia kembali berkunjung ke negara itu, kehidupan prostitusi jalanan telah berubah menjadi pusat kegiatan bisnis. ”Para PSK telah diberi pekerjaan baru.

Pemerintahnya berhasil mengatasi masalah kemiskinan yang melilit kaum perempuan. Ini seharusnya menjadi contoh bagi kita jika serius mau menanggulangi masalah kaum perempuan tadi,” tandas alumnus Studi Ilmu Politik Program Pascasarjana UI ini. —sam

Konsolidasi Politik Haus Kekuasaan

Ivanhoe Semen,
Ketua Pelaksana Harian
Pimpinan Kolektif Nasional Barisan Muda Pembaruan
(PLH PKN BM-PEMBARUAN)


Transisi demokrasi pada akhirnya menyimpulkan dua alternatif pertanyaan, pertama apakah transisi yang lahir dari rezim diktator mampu melahirkan konsolidasi demokrasi? Atau konsilidasi yang dibangun para elite politik dan segenap anak bangsa berhasil membawa stabilitas demokrasi yang efektif? Jangan-jangan di tengah ketidakpastian transisi demokrasi ini bakal membawa malapetaka baru. Sadar atau atau tidak problem ini menjadi persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Keinginan untuk membangun clean and good governance (pemerintahan yang baik dan bersih) selama reformasi berlangsung tampaknya masih jauh dari yang diharapkan.

Pemberantasan korupsi saat ini, meskipun menjadi prioritas pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) hampir menunjukkan tanda-tanda kemajuan, sayangnya, gerakan pemberantasan korupsi masih tebang pilih, bahkan ada yang salah tebang. Jelas kondisi ini kian diperparah campur tangan urusan politik ke dalam hukum. Akhirnya hukum telah dinodai segelintir orang yang mempunyai kekuasaan atau pun modal. Ini tampak sekali dalam penanganan hukum akhir-akhir ini di Kejaksaan Agung yang dianggap lebih mementingkan proses politik pesanan ketimbang peran hukum.

Hukum bukan lagi berpihak pada keadilan yang harus ditegakkan, tetapi hukum telah dikomersialkan kepada orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Begitu mudahnya mempermainkan hukum, hanya bermodalkan uang dan kekuasaan semuanya bisa beres. Tampaknya politik lah yang menjadi panglima, sedangkan hukum djadikan obyek untuk menjerat lawan politik. Jika ini terus dikedepankan sudah barang tentu menghancurkan tatanan konsolidasi demokrasi yang sedang dibangun.

Barangkali tidak tepat bila mengatakan negara ini sedang melakukan konsolidasi demokrasi. Bagi penulis lebih tepat dinyatakan sebagai konsolidasi para elite politik demi mencapai status quo. Mereka yang berkuasa cenderung ke arah sana. Institusionalisasi demokrasi hanyalah landasan berbangsa dan bernegara melalui keterbukaan ruang publik (public sphare) terhadap akses kebijakan politik. Dalam praktiknya, demokrasi telah membuka lebar oligarki politik (akses kekuasaan didominasi segelintir elite). Jika ini dibiarkan malapetaka demokrasi terus berlangsung. Sebab segala perangkat negara, seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif dikuasai elite-elite politik yang bermental korup.

Prilaku politisi korup kian terlihat ciri khasnya, yakni melakukan manuver politik tanpa arah yang jelas. Bahkan bila perlu praktik Machevelli pun digunakan untuk mempertahankan kekuasaannya. Masih hangat di benak kita perseteruan elite politik yang berawal dari kesaksian tersangka korupsi dana non budgeter mantan menteri Departemen Kelautan dan Perikanan Rohmin Dahuri yang menyatakan semua pasangan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2004 menerima dana DKP untuk kampanye, begitu juga permasalahan lumpur Lapindo yang sarat dengan konspirasi.

Perseteruan antara Presiden SBY dengan mantan wakil ketua DPR Zainal Maarif dan seabrek kasus lainnya telah memperlihatkan betapa elite politik lebih asyik menikmati akrobat yang mereka mainkan tanpa menyadari dampak negatifnya. Sementara kehidupan rakyat makin susah, harga bahan pokok bertambah naik, pengangguran terus terjadi. Dapat dilihat penyakit bangsa kita begitu kronis, semua serba tidak jelas, dan seakan dibuat tidak jelas oleh para pelakunya alias elite-elite politik. Belum lagi politik di Indonesia kini sudah terjangkit dengan kebiasaan “menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah”. Kesalahan mayoritas akan menjadi benar, sedangkan kebenaran yang hanya di usung oleh beberapa orang saja dianggap sebagai suatu kesalahan. Ironisnya hal tersebut dianggap lumrah bahkan wajar terjadi.

Perilaku elite politik yang demikian membuat arah politik makin tidak jelas alias ‘NOL’!!! Semuanya dibuat “seolah-olah berpartisipasi, dan seolah-olah mengkritik”. Padahal semua tidak ada artinya. Hal tersebut membuktikan hancurnya etika dan moralitas para elite politik. Kita masih jauh menikmati suasana politik yang damai dan berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara. Warna politik kekinian selalu mempetontonkan kepentingan pribadi dan kelompok sebagai orientasi.

Melihat permasalahan bangsa tersebut, Partai Demkrasi Pembaruan (PDP) merupakan suatu jawaban untuk menyelesaikan problematika yang ada. PDP melalui sistem politik kolektif kolegial, gotong royong dan kompetensi sebagai sarat utama yang dimiliki seorang kader setidaknya mampu mengatasi persoalan bangsa ini. Konsep yang telah di telurkan oleh PDP tersebut harus dapat di implementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kader-kader PDP harus dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai elit partai politik. Tidak harus dengan mengadakan pertemuan politik seperti yang terjadi di Medan dan Palembang, yang justru sangat sarat dengan kebohongan publik. PDP harus mempelopori pembaruan dalam tubuh partai politik, yang merupakan organ demokrasi untuk melakukan pendidikan politik masyarakat, serta dapat menelurkan politisi-politisi masa depan dengan mengambil pernyataan ketua PLH PKN PDP Bapak Roy BB Janis “Politisi yang elegan, santun dan bermartabat” dan bukan partai politik yang berisi “Gerombolan” preman berdasi yang haus akan kekuasaan.




Oleh :

Ir. H. Laksamana Sukardi,

Koordinator PKN PDP

Bismillahirrahmanirrahim.

Terima kasih kepada segenap Kolega Pembaruan yang telah dengan penuh hati berkhidmat kepada Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) yang bersama-sama sedang kita kembangkan agar menjadi rumah politik yang besar dan bermanfaat untuk bangsa dan negara. Syukur Alhamdulillah, kita juga telah selesai menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDP pada awal Agustus 2007. Rakernas II tersebut merupakan kelanjutan dari Rakernas I di Semarang pada Agustus 2006 lalu.

Rakernas I di Semarang merekomendasikan kepada kita semua untuk secara konsisten terus melakukan konsolidasi internal hingga seluruh kepengurusan terbentuk ke tingkat kelurahan/desa. Konsolidasi internal itu merupakan babakan awal menyiapkan PDP agar dapat melewati tahapan verfikasi menuju pintu gerbang pemilihan umum 2009.

Namun, seperti saudara-saudara ketahui, belum juga PDP yang kita cintai ini memasuki pintu pertamanya, “rayap,” “virus” dan berbagai penyakit akut dan manuhan menyelundup masuk. Mereka berdatangan, ada juga yang sengaja dikirim dari tempat lain agar menjadi duri di dalam partai kita. Seperti Kolega Pembaruan yang lain, saya pun tidak pernah rela menyaksikan PDP didera berbagai penyakit dari luar itu.

Ketahuilah, rayap datang dan virus dikirim karena mereka sudah mengetahui persis bahwa PDP kita ini sudah menjadi partai yang patut dipertimbangkan. Jika partai kita mengikuti pemilu, maka ada pihak yang terancam sehingga dengan berbagai cara mereka harus menghentikan PDP di tengah jalan. Termasuk dengan membuat kekacauan melalui para penyusup yang dibiayai. Ini bisa terjadi tidak hanya di PKN, di PKP, PKK hingga ke tingkat terbawah pun potensial dikerumuni ancaman rongrongan mereka.

Rayap-rayap itu dengan berbagai cara akan terus menggorogoti partai kita agar terus keropos lalu ambruk tanpa kita sadari. Mereka tidak pernah membangun rumah seperti yang kita lakukan bersama. Namun setelah rumah kita berdiri gagah seperti saat ini, mereka berdatangan dengan berbagai alasan. Ingat, rayap hanya datang untuk merobohkan PDP. Juga virus yang sengaja dimasukkan agar PDP layu sebelum berkembang, lalu mati di depan pintu gerbang sebelum sempat mengikuti verifikasi.

Itulah yang mereka kehendaki: PDP yang kita bangun dan kita cintai ini tidak dapat mengikuti verifikasi dan tidak dapat mengikuti pemilu sehingga segala jerih payah ini akan sia-sia. Kalau sampai semua itu terjadi, maka malapetaka akan menimpa ribuan kolega pembaruan yang sudah berpeluh-peluh dari Gerakan Pembaruan, hingga dapat melahirkan sebuah partai harapan ini.

Selama setahun lebih kita menjaga dan merawat partai ini dengan keringat dan pikiran kita sendiri, kemudian ada penyusup datang, lalu mengacak-acak dan menjadi pembajak mengatasnamakan partai, minta agar partai kita ini tidak diverifikasi. Apakah mereka yang menginginkan PDP tidak mengikuti pemilu itu yang akan mendiami rumah kita? Tidak. Tentu saja tidak. Kita harus basmi rayap dan sembuhkan penyakit. Jika diperlukan tindakan operasi lokal, maka demi kesehatan sekujur tubuh kita, pengamputasian pun harus dilakukan.

Kita ingin sebadan partai sehat sehingga di beberapa tempat yang masih ditemukan rayap dan virus, juga harus segera diatasi dengan seksama. Kalau dalam dunia kedokteran ada istilah amputasi, kita di PDP memilih menggunakan istilah kristalisasi. Kristalisasi artinya penjernihan. Yang kotor dipisah, yang keruh dibeningkan, sehingga yang tertinggal adalah yang benar-benar sejati PDP, PDP asli, murni, tidak terkontaminasi pengaruh buruk dari mana pun.

Ini semua dilakukan agar partai kita sehat dan dapat melaju cepat. Kalau sudah demikian, maka partai kita yang sudah dinyatakan Depkum dan HAM RI sebagai partai baru paling lengkap persyaratan administrasinya ini, pasti lolos verifikasi dan memenangi pemilu. Untuk menuju ke arah itu, saya yakin, kita tinggal butuh selangkah lagi.

Kita patut bersyukur, bahwa proses kristalisasi ini terjadi lebih awal. Tidak dapat dibayangkan kita telah mengikuti pemilu dengan virus dan rayap yang masih ada di dalam PDP.

Selamat berkhidmat kepada rakyat melalui PDP. Semoga Allah, Tuhan meridlai kita. Merdeka! PDP Pasti Jaya!

Kamis, 07 Agustus 2008

Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)


PDP - Partai Demokrasi Pembaruan

Dari berbagai latar belakang suku, etnis, agama, kepercayaan, asal usul dan sejarah, yang memiliki kesamaan pandangan dan keyakinan sebagai kaum nasionalis-kerakyatan-yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, sekelompok putra-putri bangsa yang tergabung dalam Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan memaklumatkan berdirinya Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) yang berazaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945.
Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) yang didirikan di Jakarta, 1 Desember 2005, berwatak demokratis, aspiratif, partisipatif, kerakyatan, pluralis-inklusif, anti-diskriminasi institusional, kolektif-kolegial, transparan, akuntabel, meritokrasi; memiliki jati diri bersih, peduli, kompeten dan berkarakter; serta berjuang untuk kemajuan bangsa, kesejahteraan rakyat, dan keadilan sosial.

Pengurus PKN PDP
Pelaksana Harian : Ketua : H. Roy BB Janis, SH, MH

Sekretaris : KRHT. H. Didi Supriyanto, SH
Bendahara : Dra. Noviantika Nasution, MSi

Koordinator Wilayah :
1. Koordinator Wilayah : RO Tambunan, SH
2. Koordinator Wilayah : Herman Saud
3. Koordinator Wilayah : Andi Mutazim
4. Koordinator Wilayah : Robert Samosir

Kantor Pusat PKN PDP
Jalan Sisingamangaraja No. 21 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, 12120,
Telp. 021-7264705. 7253151. 7208868.
Faks. 021-7208374. 7262867
SMS Center: 081585616119.(Ijs)

Indosiar.com